Surat dari Seorang Mahasiswa

Bapak/Ibu yang mulia,
Kurang lebih Enam bulan yang lalu, saya pernah merilis sebuah tulisan di milist, tentang seorang anak bernama Yupiter. Anak yang sangat berbakti, mencintai dan mengasihi ibunya dan menyayangi kedua adik perempuannya. Dia telah mempertaruhkan hidup dan masa depannya di dunia, untuk ketiga perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya.
Namanya Yupiter Putera Sagita, umurnya belum genap 20 tahun. Namun beban yang ditanggungnya terlalu berat untuk anak seusia dia. Semestinya saat ini dia berada di bangku kuliah menimba ilmu dan belajar untuk bekal masa depan, menghabiskan masa belia diantara canda tawa dan kesenangan remaja yang baru tumbuh dengan segala romantisme, semestinya dia berada dalam limpahan kasih sayang seorang ayah dan asuhan dimana dia dapat berlindung dan merasa nyaman, dan seharusnya dia beroleh kebahagiaan dan kehidupan selayaknya bocah-bocah lain dibelahan dunia manapun. Sesungguhnya dia sangat membutuhkan semua itu; ilmu, cinta, kasih sayang, perlindungan, kenyamanan dan kegairahan masa muda. Namun dia telah bertransaksi dengan TUHAN, dan menukarkan segala kebahagaiaan hidup yang seharusnya menjadi haknya, dengan kebahagiaan ketiga perempuan yang sangat dicintainya, Ibu dan kedua adik perempuannya.
Sesungguhnya Ibunya seorang wanita yang cantik, kuat, berbudi, istiqamah dan sangat menyayangi keluarganya. Ketika suaminya tewas pada sebuah kecelakaan di laut, beliau mengambil alih tanggung jawab membesarkan ketiga anaknya sendirian dan karena kecintaan pada almarhum suami dan ketiga buah hati, beliau memutuskan tidak menikah, walau sesunggunya itu masih sangat mungkin. Untuk membesarkan ketiga buah hatinya, apa saja beliau lakukan asalakan halal, berjualan kue, mecuci bahkan menjadi buruh pabrik pun beliau lakukan, agar ketiga buah hatinya dapat makan, dan sekolah. Pagi-pagi benar beliau sudah berangkat, membanting tulang mengikuti kerasnya hidup, bercucuran peluh dibawah panasnya matahari, hampir tak kenal lelah. Beliau sadar betul dan bercita-cita agak kelak ketiga anaknya menjadi orang yang berilmu dan memiliki masa depan. Beliau tidak memperdulikan keadaanya hingga suatu hari, setelah sekian lama menahan dan menyimpan rasa sakit, dokter menyatakan beliau terkena kanker hati. Sejak itu Ibunya sakit Yupiter, mengambil alih segalanya. Dia meninggalkan kuliah dan cita-citanya di dunia, dan bekerja untuk mencari nafkah untuk kedua adiknya, dan Ibunda tercinta.
Pada suatu hari, karena keadaan yang kian sulit, dan ketidakmampuan membiayai pengobatan sang Ibu, akhirnya mereka sekeluarga memutuskan untuk pulang ke kampung halaman, Beberapa waktu yang lalu, saya menyempatkan diri mengunjunginya di sebuah kota kecil di Sumatera. Beberapa waktu yang lalu, ketika ada waktu luang, saya sempatkan bersilaturahmi mengunjungi keluarga ini di Sumatera Selatan. Hampir tak dapat saya menahan haru dan kesedihan, melihat apa yang kini terjadi. Ibu yang berhati mulia itu terbaring sakit, dengan keadaan yang sungguh memprihatinkan, pucat, kurus dan pasrah karena sakit yang dideritanya, dan betapa saya melihat sebuah kenyataan betapa berat beban yang dipikul oleh seorang Yupiter, mencari nafkah untuk ketiga perempuan belahan hatinya itu, dan berjuang mengobati Ibunya yang sakit. Semua dia lakukan seorang diri, dan untuk ukuran seorang remaja, sungguh dia telah melakukan sesuatu melebihi kemampuan dan tanggung jawabnya.
Saya sempat berbincang dengan ibu dan kedua adiknya, pada saya mereka bertutur bahwa sesungguhnya mereka tidak tega melihat hidup yang dialami Yupiter kini. Seorang anak yang bekerja serabutan namun tak pernah lupa padaTUHANnya. Pagi-pagi dia sudah bangun, bahkan sebelum subuh dia sudah pergi bekerja, disebuah perkebunan kelapa sawit yang jaraknya puluhan kilo dari rumahnya. Kondisi fisiknya sekarang jauh dari yang dulu, seperti kali pertama saya mengenalnya sebagai seorang mahasiswa yang cerdas. Kulitnya yang dulunya putih kini agak kecoklatan, rambutnya merah terpanggang matahari dan matanya sayu karena kurang tidur. Setiap siang belia lelaki ituselalu berlari sekencang hati pulang, mengantarkan makanan untuk Ibu dan kedua adiknya, mencium tangan, membelai ibunya penuh kasih dan meyakinkan kedua adiknya untuk terus berdoa dan menjaga sang ibu, kemudian berlari lagi sekencang mungkin mencari pekerjaan yang lain, agar beroleh berapa pun rupiah, untuk makan mereka berempat untuk malamnya, dan obat untuk sang Ibu. Dia pulang hampir tengah malam, memastikan kondisi ibu dan kedua adiknya dalamkeadaan baik, sebelum beristirahat sejenak beberapa jam, agar kuat untuk bekerja besok.
Pada saya dia bercerita betapa besar keinginannya untuk menyembuhkan ibunya dan kembali ke bangku kuliah, membangun jembatan yang menhubungkan jalannya ke masa depan yang kini terputus. Betapa ingin dia memberikan kesenangan dan kehidupan yang layak bagi ketiga perempuan yang paling dia cintai di dunia ini, betapa ingin dia melihat kedua adiknya kembali ke bangku sekolah menggapai ilmu, agar tidak menjadi TKI ke luar negeri. Yupiter sangat sadar, bahwa hanya dengan melanjutkan kuliah dia bisa melanjutkan cita-citanya itu. Tapi sangat terlihat di sorot wajahnya, bahwa kini dia kini telah mengubur semuanya, karena hampir tak ada jalan setelah melihat keadaan dan hidup yang dia lalui kini.
Saya mengenalnya sebagai mahasiswa yang cerdas, dan panutan hati hampir setiap orang dan incaran banyak gadis di kampus karena memang dia lelaki yang gagah dan kuat, tak segan membantu teman-temannya dengan segala kerendahan hati, mengajarkan mereka apa yang dia tau, selalu ikhlas dan tekun beribadah. Tutur katanya sangat santun dan selalu tersenyum, matanya selalu berbinar dan selalu mensyukuri hidup. kuliah dia lalui dengan beasiswa yang hanya cukup bayar SPP dan untuk hidupnya dia bekerja sambilan mengajar les untuk anak SMP/SMA dari rumah ke rumah, dan sebagian besar dari rupaiah yang dia dapatkan dibawa pulang untuk meringankan beban sang Ibu dan biaya sekolah sang adik. Kedua adiknya pun adalah gadis-gadis kecil yang cantik, cerdas dan sholehah, yang juga bekerja sepulang sekolah, membantu ibunya menyiapkan dagangan untuk dibawa hari itu sambil bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik di kawasan Jakarta utara. Sering ada tawaran buat kedua adiknya menjadi TKW di luar negeri, namun Yupiter selalu memberi pengertian kepada kedua adiknya tentang pekerjaan itu, dan meyakinkan mereka untuk tetap sekolah. Demikianpun dia meminta mereka untuk tidak menerima tawaran bekerja di club-club malam. Semua dia lakukan karena kecintaannya pada Ibu dan kedua adiknya. Sebagai seorang pengajar, saya ‘mengizinkannya’ untuk tidak mengikuti beberapa kali mata kuliah, jika memang jadwal itu bentrok dengan jadwal les yang dia berikan untuk anak SMU. Belakangan saya baru mengetahui, bahwa yupiter tidak hanya memberikan les mengajar bidang tudi, melainkan juga les mengaji untuk anak-anak SD dan sekolah lanjutan. Berapa mulianya!
Beberapa hari sebelum ramadhan, saya mendapat khabar darinya bahwa dia akan ke Jakarta, untuk mengurus hal-hal terutama tentang sisa harta dan rumah kontrakan yang mereka tinggalkan, yang habis masa kontrakannya akhir September kemarin. Ketika bertemu saya memeluknya hangat, merangkul dan mengenggam tangganya. Sungguh entah kenapa dia sudah bagaikan seorang adik di hati saya, dan sejak kali pertama bertemu dan melihat sakit ibunya, saya sudah berjanji akan melakukan apa saja untuk membantunya. Dia menyempatkan diri bertemu dengan temen-temannya di kampus, dan sangat terlihat betapa hampir semuanya sangat merindukannya, dan kehilangan seorang ’sahabat dan guru’ seperti dirinya. Saya pun dapat merasakan, betapa dia juga merindukan temen-temannya dan betapa dia merindukan kembali belajar di kampus.
Sesaat sebelum kembali ke sumatera, dia ziarah ke makam ayahnya di sebuah kawasan di Jakarta Utara. Pusara itu dia bersihkan dan dia tata agar terlihat baik, kemudian berdoa dengan sangat kusyu. Ketika akan amit pada ayahnya, dia sempat berujar, ’Ayah, mungkin yupe, mama dan adik-adik tak lagi bisa sering mengunjungi papa disini karena kami memutuskan pulang ke kampung, tapi percayalah papa selalu ada dihati kami dan setiap saat kami selalu berdoa untuk ayah, percayalah Ibu dan adik-adik akan selalu merindukan ayah. Mohon doa restu, doakan semoga kelak ALLAH akan menyatukan kita sebagai keluarga di syurga’
Saya sangat peduli pada Yupiter, karena padanya saya berkaca tentang hidup dan kehidupan. Padanya saya belajar tentang keikhlasan, ketulusan dan bagaimana menerima kenyataan dengan kebesaran hati. Saya pernah merasakan kesulitan hidup ketika kecil, mungkin tidak seberapa berat dibandingkan, bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang dia alami. Dan ketika kali terakhir bertemu saya sempat mengatakan padanya, YUPITER, KAMU TIDAK SENDIRI! Andaikan ada kemampuan saya ingin mengambil alih tanggung jawab untuk mengobati ibunya, dan mengembalikannya ke bangku kuliah, karena saya yakin masa depannya sungguh cerah. Namun satu demi satu harus dilakukan berdasarkan prioritas, kesehatan ibunya jauh lebih utama.
Tuan-Tuan yang mulia,
Dengan segala kerendahan hati, ijinkan saya meminta bantuan kepada anda semua untuk kesembuhan seorang Ibu yang begitu mulia, Ibu menjadi inspirasi untuk ketiga anaknya, Ibu yang mencintai dan sangat dicintai putera-puterinya. Ibu yang berhati mulia itu, kini terbaring sakit karena kanker hati dan butuh perawatan segera. Seandainya waktu bisa berjalan mundur, maka saya yakin bisa berusaha sendiri untuk ini. Namun sepertinya harus berpacu dengan waktu, agar semuanya tidak terlambat. Andaikan saja ’ada dermawan’ yang mamu meminjamkan biaya pengobatan ini, maka dengan ikhlas akan saya ambil alih tanggung jawab ini dengan segala keberkahan.
Jika ada rizki yang anda miliki, maka sisihkan sedikit untuk membantu keluarga ini. Berapapun rizki itu, sungguh besar artinya untuk kesembuhan seorang Ibu, dan memberi harapan bagi tiga anak manusia. Saya pun akan melakukan apa saja, untuk memperoleh donasi untuk Yupiter dan Ibunya. Mudah-mudahan masa ini berlalu dan Yupiter bisa kembali ke bangku kuliah, dan izinkan saya untuk menjadi orang tua asuh baginya, dan mengantarkannya ke masa depan. Saya yakin dia akan menjadi orang terkemuka kelak, yang akan membawa perubahan dan arti bagi perjalanan negeri ini. Mudah-mudahan Ramadhan yang penuh berkah ini, mampu menarangkan jalan dan niat saya dan kita semua untuk membantu keluarga ini.
Donasi bisa anda berikan langsung pada no rekening BCA 174-127-4243 a.n. JUPITER PUTRA SAGITA.
Diakhir tulisan ini, saya lampirkan sebuah tulisan, yang saya ambil dari catatan harian Jupiter, dengan mengabaikan apakah ini sebentuk gubahan atau berasal dari hati, paling tidak kita bisa menangkap keikhlasan yang tersirat pada tulisan tersebut. Semoga bermanfaat.
Semoga apa yang kita lakukan ini, beroleh pahala dari ALLAH, dan diberkahi dengan rejeki yang berlimpah.
Mohon maaf dan salam.