Re-segmentasi Strategi Segmentasi

Sudah sejak lama konsep segmentasi digunakan didalam praktik pemasaran bisnis moderen. Semua pemasar sudah sangat mahfum dengan konsep ini dalam tataran konsep dan implementasi. Dalam pengertian yang sederhana, segmentasi menyangkut serangkaian upaya mengelompokkan pasar, dan konsumen dengan tujuan untuk meraih profit yang maksimal dari kegiatan bisnis yang dijalankannya. Secara konseptual, pemasar akan mulai mengidentifikasi segmen pasar, dengan menggunakan sejumlah variabel tertentu apakah itu identifier variables seperti demografik, psikografik dan response variable seperti harga, promosi dan fitur. Kemudian langkah berikutnya memilih segmen yang layak untuk dijadikan target, dan akhirnya melakukan positioning pada target segmen tersebut dengan menggunakan 4 P’s yakni product, price, place (distribusi) dan promotion yang lazim dikenal dengan marketing mix. Apapun variabel yang dipakai dalam segmentasi, asumsi nya tetap sama: bahwa setiap orang dalam kelompok akan berperilaku sama dan memberikan respons yang sama.
Dengan semakin galaknya persaingan, perusahaanpun akan berlomba untuk melakukan segmentasi secara tajam. Konsekuensinya target pasar yang terbentuk semakin kecil. Dengan semakin kecilnya target pasar akan membawa implikasi bahwa pertumbuhan profit pun semakin terimbas. Oleh karena itu sekalipun segmentasi secara tradisional masih memberikan manfaat bagi perusahaan, tetapi bila perusahaan ingin mencapai pertumbuhan profit yang tinggi, maka model segmentasi tradisional saja tidak cukup untuk mengejar laba. Untuk bisa tumbuh, perusahaan perlu melakukan renovasi pada cara melakukan segmentasi.
Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mencapai hal tersebut, diantaranya adalah melakukan rekonstruksi pada value proposition seperti yang dilakukan oleh pengusaha Stelios Haji-Ioannou pendiri dari Easy Jet maskapai penerbangan biaya murah (low cost carrier) yang sukses di Eropa dan mampu mensejajarkan perusahaannya dengan sejumlah penerbangan flag carrirer yang mapan seperti British Airways, KLM dan Swiss Air.
Rekonstruksi value proposition dari Easy Jet, dapat dilihat pada empat pertanyaan penting yang dikembangkan oleh Professor Kim dan Mauborgne. Kerangka yang dikembangkan oleh kedua pakar strategi dari INSEAD ini – yang terkenal dengan bukunya Blue Ocean Strategy – dianggap sebagai kerangka strategis karena dapat membantu menciptakan value proposition yang baru dan membuat pesaing dan persaingan menjadi kurang relevan. Kerangka yang dikenal dengan ’eliminate-reduce-raise-create’ – ini sebenarnya merupakan pertanyaan-pertanyaan strategis yang dapat memicu pencarian nilai-nilai baru yang dapat ditawarkan oleh perusahaan, sehingga tetap competitive dan akhirnya memenangkan persaingan bisnis.
PERTANYAAN PERTAMA,
Atribut mana dari industri yang selama ini diterima sebagai takes for granted – sesuatu yang sudah diterima sebagai apa adanya – yang perlu dihilangkan (eliminate)?
Untuk menjawab pertanyaan ini, perusahaan perlu melihat atribut apa saja yang selama ini seakan diterima sebagai sesuatu yang given. Dalam kasus Easy Jet misalnya langkah yang ditempuh adalah dengan menghilangkan agen perjalanan dalam mata rantai penjualan tiket dimana semua reservasi dilakukan melalui internet dan call center. Selain itu, tidak diberikan makanan selama penerbangan. Dengan mengeliminasi, kosep penerbangan semakin disederhanakan. Naik pesawat, tidak mesti harus makan, dan tak bedanya dengan naik bis kota.
PERTANYAAN KEDUA,
Atribut mana saja yang dikurangi dibawah standar industri (reduce)?
Pertanyaan ini akan mendorong perusahaan untuk kembali mempertimbangkan produk dan service yang selama ini ditawarkannya. Easy Jet misalnya menyimpulkan bahwa fleksibilitas dalam penerbangan harus dikurangi, misalnya penumpang tidak diperkenankan untuk menentukan tempat duduk yang dikehendakinya lebih awal. Disini berlaku prinsip first come first served basis. Siapa yang datang pertama, dia yang mendapat tempat duduk pertama.
PERTANYAAN KETIGA,
Atribut mana saja yang harus ditingkatkan diatas standar industri (raise)?
Pertanyaan ini akan memacu perusahaan untuk menemukan dan menghilangkan kompromi yang selama ini dilakukan oleh industri untuk menekan dan memaksa konsumen untuk menerimanya. Dalam kasus Easy Jet, pertanyaan ini mendorongnya untuk melakukan langkah menetapkan harga murah, menggunakan pesawat baru, dan ketepatan waktu. Naik pesawat tidak mesti mahal, karena biaya operasional sebenarnya murah. Dan yang penting perlu dipahami memilih moda pesawat terutama karena konsumen ingin hemat waktu dan tepat waktu.
PERTANYAAN KEEMPAT,
Atribut baru apa saja yang harus diciptakan karena selama ini belum pernah ditawarkan oleh industri (create)?.
Pertanyaan ini mendorong perusahaan untuk berpikir kembali tentang sumber-sumber penciptaan nilai yang baru bagi konsumen yang selama ini seakan tidak tersentuh. Dalam hal ini, Easy Jet misalnya memutuskan untuk menawarkan ticketless travel, pengembalian kembali uang tiket bila terjadi keterlambatan lebih dari empat jam dan memberlakukan tiket sekali jalan. Bayangkan berapa pengematan perusahaan dari membikin tiket, serta betapa hematnya waktu karena pemesanan tiket bisa diselesaikan dengan sekedar click and go.
Dengan menggunakan acuan empat pertanyaan diatas, Easy Jet mampu mengatasi harapan paling mendasar dari rata-rata konsumen dalam industri penerbangan, yakni, pertama menyangkut keselamatan penerbangan, dan kedua, ketepatan waktu. Kedua aspek ini dipenuhi secara sungguh sungguh oleh EasyJet, dengan menyediakan pesawat yang baru dan memberikan ganti rugi bila terjadi keterlambatan.
Kedua aspek ini kemudian dipadukan dengan harga tiket yang murah sehingga membuat penawaran dari Easy Jet mempunyai nilai strategis (strategic competitiveness) dibanding flag carrier lainnya. Dengan cara ini pula, Easy Jet membuat pesaing dan persaingan lain dalam industri penerbangan menjadi tidak relevan lagi. Inilah yang disebut oleh Professor Kim dan Mauborgne dengan blue ocean strategy. Artinya pebisnis depersilahkan mengintip dan menangguk kentungan dari dalamnya lautan jutaan peluang untuk menaikan keunggulan perusahaan. Tidak sekedar meng-copy and paste strategi perusahaan lain
Dengan mengacu pada kerangka ‘Eliminate-Reduce-Raise-Create’ di atas, para manajer mestinya akan mampu menemukan dan mengeksplorasi berbagai peluang secara sistematis untuk menciptakan nilai-nilai baru bagi konsumen. Tidak hanya menerapkan konsep segmentasi ala kadarnya, apalagi sekedar meniru apa yang dilakukan perusahaan lain tanpa melihat secara tuntas, sejumlah peluang, resources, tantangan (internal dan eksternal) dan sejumlah kompetensi yang dimiliki perusahaan. Dengan kata lain segmentasi hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan strategis. Nilai-nilai yang selama ini seakan- akan sudah dianggap diketahui dan diterima sebagai hal yang given, diterapkan begitu saja oleh para pemasar. Dalam pandangan Sergio Zyman, pemasar saat ini harus berani untuk melakukan renovasi cara berpikir tentang segmentasi karena segalanya berubah, termasuk konsumen dan nilai-nilai yang dianut.
Pustaka :
Refrinal. 2007. Re-segmentasi Strategi dalam Marketing for Decision Maker. Kumpulan Artikel dan Kliping. Field Survey Indonesia. Jakarta
Hanya ikan yang bodoh yang bisa dua kali kena pancing dengan umpan yang sama
Anonim