Kecerdasan Kompetitif

Tak seperti manajemen aset lainnya, pengelolaan aset intelektual berlangsung setengah hati. Padahal, keberlangsungan perusahaan sangat mengandalkan brainware ini. Organisasi perusahaan terdiri dari kumpulan orang (karyawan). Mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kapabilitas yang menjalankan roda manajemen. Dari waktu ke waktu, perusahaan mengandalkan orang-orang ini. Jika ada adagium yang bilang karyawan adalah aset perusahaan, pengetahuan si karyawanlah sesungguhnya aset tersebut.
Sayangnya, aset ini tak dikelola sepenuh hati. Selain parsial, pemanfaatan sumber pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan tidak berlangsung regeneratif-praktis. Apa yang dilakukan dengan pelatihan, seminar, workshop dan apa pun namanya, mengendap begitu saja, tanpa distribusi pengetahuan yang berarti. Berbagai data, dokumen, informasi, pengetahuan mutakhir berserakan tanpa profiling yang jelas. Intinya Berbagi Informasi Sebagaimana manusia, pertumbuhan sebuah perusahaan tidak melulu berpusat pada pertumbuhan tinggi dan berat badan. Ia juga melibatkan perkembangan kemampuan intelektualnya (intellectual capital). Pertumbuhan sebuah perusahaan jauh lebih rumit daripada pertumbuhan manusia. Karena pertumbuhan perusahaan tidak saja memerlukan kemampuan bertumbuh para karyawan, tapi juga berkaitan erat dengan efektivitas operasi organisasi.
Berdasarkan hipotesis (Corporate Agility Conference, Oktober1997), kecerdasan sebuah organisasi perusahaan ditentukan oleh 92 persen komunikasi, 88 persen berbagi pengetahuan/informasi, 78 persen tim kerja, dan 70 persen adaptasi teknologi.
Siapa pun mafhum, bahwa keunggulan kompetitif karyawan merupakan proses on becoming. Bukan taken for granted. Keberlangsungannya melalui empat fase. Fase pertama, adanya sumber-sumber pengetahuan (knowledge resources) yang memadai. Buku, training, kursus, dan semacamnya merupakan sebagian contoh sumber pengetahuan. Sumber ini akan mubazir apabila tak diteruskan ke fase kedua, aktivitas pengetahuan (knowledge activities). Yaitu, bagaimana know-how disebarluaskan dan dimanfaatkan bagi kepentingan karyawan lain. Ketiga, kalau fase kedua diatas dilaksanakan, akan tercipta kemampuan regeneratif (knowledge capabilities). Ia merangsang respons, inovasi, upaya perbaikan kompetensi, dan produktivitas karyawan. Dan keempat, terjadinya perbaikan pengetahuan pada proses inti manajemen (knowledge enhanced core processes). Yakni, bagaimana suatu pengetahuan dapat meningkatkan kecerdasan kompetitif (competitive intelligence), hubungan dengan pelanggan (customer relationship management), sumber daya perusahaan (enterprise resource management), dan mata rantai persediaan (supply chain management).
Dari empat fase tersebut, tampak bahwa ‘berbagi informasi’ merupakan inti dari apa yang disebut Knowledge Management (KM). Dalam bahasa aslinya, KM didefinisikan sebagai managing valuable things that we know (in our mind), systematically sharing and using it across our entire organization to help accomplish our business objectives and goals. Biar mudah diingat, KM bisa juga didefinisikan sebagai knowing what you know, and leveraging what you know. Jadi, suatu upaya mengelola aset intelektual bagi kemajuan organisasi secara eksplisit, terbuka, dan terstruktur.
Toh, implementasinya tak sesimpel itu. Perusahaan sekurang-kurangnya harus memiliki empat hal berikut. Satu, tersedianya ruang dan kesempatan yang cukup untuk melakukan transfer pengetahuan. Ruang di sini tak berarti fisik, tapi bisa juga berarti virtual. Teknologi Informasi memungkinkan hal ini. Bahkan Microsoft telah menawarkan sistem berbagi informasi yang disebut Digital Nervous System (Sistem Syaraf Digital).
Microsoft membayangkan, seperti juga manusia, refleks anatomi perusahaan dijalankan oleh sistem syaraf. Bila kaki tiba-tiba menginjak paku, seketika itu pula syaraf menghubungkan rasa sakit ke otak, aduh! Demikian pula perusahaan. Apa yang terjadi pada layanan pelanggan, misalnya, dapat segera diketahui oleh pucuk pimpinan. Sehingga segera pula keputusan dapat diambil.
Dua, tersedianya orang-orang yang berkompeten untuk mengelola KM. Jika dulu dikenal staf EDP (electronic data processing), kini perusahaan perlu melengkapi adanya bagian khusus yang melakukan profiling informasi dan strategi KM. Tiga, tersedianya infrastruktur. Jika memilih virtual, perusahaan harus menginstalasi jaringan komunikasinya dengan hardware dan software Teknologi Informasi yang paling sesuai dengan kebutuhan. Empat, tersedianya kultur perusahaan yang mendukung. Masih banyak karyawan yang enggan membagi informasi, pengetahuan kepada kolega dan bawahannya (tacit knowledge). Mereka khawatir, jika karyawan lain mempunyai informasi/pengetahuan yang sama dengan dirinya, eksistensi mereka akan terancam. Alhasil, efektivitas pelaksanaan KM dalam suatu perusahaan lebih bersifat top-down.
DATA VS INFORMASI VS PENGETAHUAN
Sudah banyak literatur yang meyakinkan kita, betapa pentingnya data dan informasi. Salah satunya, sebuah buku yang ditulis tahun 1949 bertitel Mathematical Theory of Communications. Informasi, begitu tulis buku itu, merupakan ‘hal yang mengurangi ketidakpastian’. Bila demikian, maka ‘abad informasi’ yang dahsyat sekarang sebetulnya suatu ledakan non-informasi. Suatu ledakan data – apa yang takkan dikatakan kepada Anda oleh internetmania – ialah bahwa internet merupakan lautan data yang belum disunting, tanpa suatu pretensi kelengkapan apa pun juga. Artinya, ia hanya sekadar’data’. Karena ia hanya ‘record’ sesuatu. Misalnya, data penjualan, data transaksi, laporan tahunan, dan sejenisnya.
Akan halnya informasi, harus bermuara pada ‘pemahaman’. Artinya, apa yang menjadi informasi bagi seseorang barangkali hanya merupakan data bagi orang lain. Apabila sesuatu tidak masuk akan bagi Anda, maka sesuatu tersebut bukanlah informasi. Informasi akan menjadi pengetahuan, bila ia dapat dipahami, diinterpretasi, dan diaplikasi. Dalam ‘pengetahuan’, terjadi proses internalisasi informasi yang menggabungkan faktor keyakinan, motivasi, dan komitmen. Kita tak pernah ‘tahu’ tentang ‘sesuatu’, sampai ia dapat dievaluasi, diterima oleh keyakinan dan nilai-nilai yang kita anut. Pada saat inilah, pengetahuan menjadi ‘kekuatan’ (powerful).
PERLU DUKUNGAN TEKNOLOGI INFORMASI
Berbagi pengetahuan antarkomponen perusahaan – yang merupakan basis KM – menjadi kian penting, karena dapat:
  • Menghindarkan dari kesalahan serupa. Berbagai pengetahuan – terdiri dari kumpulan data dan informasi – yang terekam, terdokumentasi rapi, bermanfaat untuk memahami bagaimana suatu keputusan/kebijakan diambil.
  • Mempercepat laju pemasaran. Dukungan informasi yang lekas akan mempercepat respons pasar.
  • Menggugah keterlibatan karyawan. Strategi promosi pengembangan karir individu lebih terjaga, karena mereka distimulasi dengan bekal pengetahuan yang sama.
  • Meningkatkan pelayanan. Pelayanan terhadap pelanggan/pengguna lebih konsisten.
  • Menggali kecakapan berinovasi.

Melalui pengawasan terhadap pelayanan, kegagalan dan terakomodasi bahkan terinovasi. Keinginan pelanggan dapat Meningkatkan pendapatan. Hak atas kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, atau sekadar gagasan karyawan tetap dapat diawasi orisinalitasnya. Pada akhirnya, keunggulan kompetitif ini akan meningkatkan pendapatan, baik perusahaan maupun karyawan.
Nah, agar tak menjadi lautan data, diperlukan profiling. Bayangkan, seluruh informasi yang ada sejak perusahaan berdiri– bejibun banyaknya – jika tidak diverifikasi, diklasifikasi sesuai kebutuhan perusahaan, alamat puyeng juga.

Kita dapat bayangkan pula, lalu lintas distribusi informasi begitu ruwet. Seperti mengelola perpustakaan, dibutuhkan suatu sistem yang menjamin efektivitas dan kecepatan layanan. Misalnya, dapatkah kita menemukan suatu dokumen dalam tempo 60 detik? Dengan cara lama (tumpukan kertas), hal itu mustahil. Tapi dengan cara elektronik, bahkan program pelatihan praktis pun bisa dilakukan setiap saat.

Cara reaktif-elektronik dicontohkan dengan e-mail. Karena e-mail bersifat privasi, maka dibutuhkan space share memadai untuk melayani sekaligus komunitas perusahaan. Mekanisme yang tak lagi privasi ini disebut e-form. Bayangkan, jika setiap karyawan dapat berbagi informasi satu sama lain secara on-line. Perusahaan akan menjadi agen proses transformasi intelektual dan pembelajaran internal yang menyenangkan.

Pustaka :

Tedjamulia Bakti dalam Refrinal. 2007. Kecerdasan Kompetitif dalam Marketing for Decision Maker. Kumpulan Artkel dan Kliping. Field Survey Indonesia. Jakarta

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun
Bung Karno