Bantulah Yupiter, Sebuah Himbauan

Kemarin pada pukul 15.00 WIB saya menerima email dari salah seorang mahasiswa saya pada salah satu universitas di Bogor. Sedih rasanya,jika akhirnya harus kehilangan seorang mahasiswa terbaik, cerdas, santun dan punya semangat untuk maju. Pada awalnya saya tidak begitu aware dengan anak ini, karena memang sangat jarang masuk kelas.
Pada suatu hari saya memintanya menghadap saya seusai kuliah untuk membicarakan tentang kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, Karena kehadirannya jauh dari yang dipersyaratkan untuk dapat mengikuti ujian Akhir semester. Namun pertemuan itu adalah pertemuan yang jauh dari bayangan saya sebelumnya, dan pembicaraan itu begitu membuka hati dan menyentuh naluri saya sebagai seorang pengajar.
Namanya Yupiter, temen-temen memanggilnya Yupe. Lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, kedua adiknya perempuan. Secara fisik dia sangat menarik, bahkan menjadi pusat perhatian anak-anak di kampus itu. Namun bagi saya hal itu tidaklah begitu penting bagi saya, namun satu hal yang cukup membuat saya kagum, indeks prestasi komulatif yupiter per semester 5 adalah 3,63. Dari 16 kali jadwal tatap muka, dia hanya menghadiri kuliah saya kurang dari 10 kali, namun pada akhirnya saya membebaskannya untuk mengikuti ujian, demikian pun dalam setiap rapat pengajar saya melobi para pengajar untuk memberi keringanan pada mahasiswa tersebut karena keadaan yang dia alami.
Dia masih sangat muda, umurnya baru 20 tahun. Pada saya dia bercerita tentang segala kepahitan hidup yang dia alami hingga kini. Ketika berumur 5 tahun, ayahnya meninggal karena kecelakaan kapal dan sejak itu Ibunya mengambil alih tanggung jawab, menjadi seorang ibu sekaligus seorang ayah bagi yupiter dan kedua adiknya. Kecintaan pada suami dan ketiga anaknya membuat sang Ibu memutuskan untuk tidak menikah lagi. Ibunya bekerja apa saja untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya. Apa saja dia lakukan, menjadi pembantu, bekerja serabutan dan menjadi penjual kue keliling pun dia lakukan untuk membesarkan ketiga buah hati, dan berharap kelak mereka menjadi orang yang mandiri.
Sama halnya dengan cita-cita anak-anak pada umunya, Yupiter ingin membahagiakan Ibunya, mengabdi menjadi anak yang sholeh. Tak ada yang lebih membahagiakan dia, kecuali membahagiakan Ibu dan kedua adiknya.Kini Ibunya terbaring sakit sejak 4 bulan yang lalu, sepertinya beliau lelah menjalani hidup. Seminggu yang lalu saya sengaja singgah di rumah keluarga itu di kawasan Tanjung Priuk. Saya berbicara panjang lebar dengan Yupiter, memberinya motivasi dan semangat, agar tidak putus asa. Sedih dan senang itu sudah bagian dari hidup, saya minta dia tabah dan tegar menjalani semuanya. Dan saya berjanji akan membantunya. Saya ikut sedih melihat Ibunya yang terbaring sakit, saya sempat berbincang dengan beliau. Sungguh, pada saat itu nurani ini begitu terguncang.
Ingin sekali rasanya membantu, mengurangi beban mereka dan lakukan apa saja. Pada hari berikutnya saya mengajak salah seorang teman saya, yang kebetulan seorang dokter spesialis penyakit dalam ke rumah Yupiter, dan berdasarkan diagnosa kemungkinan besar Ibu Yupiter terkena kanker hati, dan perlu penanganan segera. Pada yupiter saya berjanji akan membantunya, saya akan lakukan apa saja untuk meringankan beban keluarganya. Saya akan mengusahakan bantuan, namun saya berharap dia tetap meneruskan kuliahnya dan saya akan berusaha meyakinkan pihak kampus untuk memberikan keringanan. Betapa saya ingin melihat anak itu menjadi orang yang berguna dan sempat membahagiakan ibunya, dan mengantarkannya menjadi orang yang sukses.
Saya melihat masa depannya begitu baik dan cerah. Namun, email yang saya terima ini, sebagai pertanda, dia telah menyerah pada nasib. Dan akhirnya saya putuskan memulai sebuah misi untuk mengembalikan harapan, cita-cita dan semangat hidup yang selama ini melekat pada dirinya. Jangan biarkan dia kehilangan kesempatan untuk bahagiakan Ibunya, dan Jangan biarkan Ibunya tak punya kesempatan melihat dia menjadi orang kelakMelalui email ini, saya mengetuk pintu hati rekan-rekan untuk membantunya. Tolonglah dia, jangan biarkan cobaan ini merampas masa depannya. Bantuan kita akan sangat besar artinya buat dia, berapapun itu. Kalaupun tidak, doakan pada ALLAH semoga dia diberi jalan.
Saya akan mengemban setiap amanah dari anda sebaik mungkin yang saya bisa. Padanya kita bisa berkaca. Saya berjanji pada anda semua, akan mengantarkannya ke masa depan, dengan segala keterbatasan yang saya miliki sebagai manusia. Suatu masa, anda akan mengenal dia, sebagai orang terkemuka di negeri ini.
Lebih kurang saya mohon maaf.