Perusahaan membelanjakan uangnya sampai puluhan juta rupiah untuk mencoba mengerti dan mempengaruhi pelanggannya melalui program loyalitas pelanggan. Selain itu, mereka juga melakukan berbagai upaya agar pelanggan tidak berpindah ke kompetitor. Lazimnya ini disebut customer retention di dunia pemasaran. Tetapi, mungkin kita lupa bahwa selain program loyalitas pelanggan, pernahkah terpikir di benak kita program untuk membawa pelanggan yang pindah kembali menjadi pelanggan kita?
Kalau kita menengok kembali sejarah loyalitas pelanggan tanpa terasa saat ini kita telah menelusuri tiga era. Era pertama loyalitas pelanggan dimulai pada 70-an. Saat itu upaya pemasaran berfokus pada mengelola kepuasan pelanggan. Kedua, era 80-an dan awal 90-an. Ketika itu perilaku pelanggan dikaitkan dengan nilai-nilai ekonomi (economic value). Saat itulah customer retention merupakan fokus utama dari kegiatan-kegitaan pemasaran untuk menciptakan loyalitas yang setinggi-tingginya. Dan, sekaligus mencegah pelanggan untuk tidak pindah atau defection.
Saat ini kita telah melewati era ketiga customer loyalty yang disebut dengan customer migration. Salah satu survei terbaru yang dilakukan oleh McKinsey Company mengindikasikan bahwa customer retention untuk mencegah defection tidak cukup lagi. Survei terbaru tersebut menunjukkan bahwa migrasi ternyata sepuluh kali lebih buruk dibandingkan dengan defection itu sendiri. Itulah mengapa saat ini kita menyebutnya era customer migration.
Lantas, apakah yang membedakan antara customer defection dan customer migration? Pada saat era loyalitas pelanggan semua aktivitas pemasaran dilakukan untuk mencegah pelanggan berpindah karena kekecewaan (defect) terhadap pelayanan atas produk dan jasa kita. Namun, migration lebih dari itu. Yakni, mengindikasikan kepindahan pelanggan karena kebutuhan dan keinginan mereka yang tidak terpenuhi lagi dengan produk atau jasa yang kita berikan.
Mengapa itu dapat terjadi? Barangkali sebagai pemasar kita lupa bahwa dunia saat ini cepat sekali berubah. Teknologi, political-legal, pasar, sosial-kultural dan ekonomi sedemikian cepat berubah. Yang harus lebih diwaspadai adalah sosial-kultural yang saat ini begitu kuat mempengaruhi masyarakat kita.
Sebagai ilustrasi, dahulu saat awal ponsel telah menjadi umum, kita hanya cukup puas dengan fitur-fitur sederhana dengan bentuk ponsel yang berukuran besar atau bentuk seadanya. Saat ini seiring dengan berkembangnya teknologi dan sosial-kultural tuntutan kita pun menjadi semakin lebih. Ponsel yang berbentuk cantik, unik, dan berukuran mungil semakin digemari. Fitur-fitur tambahan seperti MMS (multimedia message service), suara polyphonic, dan digital kamera seakan-akan sudah semakin lazim harus dipenuhi produsen ponsel. Dan, jangan lupa pnosel dan teknologi yang lebih mengerti kebutuhan dan keiginan pelangganlah yang akan memenangkan persaingan hiruk-pikuknya industri ini.
Customer retention yang bebasis defection pentingkah? Sangat penting karena dengan mengetahui customer defection kita dapat meningkatkan standar pelayanan kita di setiap moment of truth atau titik-titik kritis saat produk kita bersentuhan dengan pelanggan. Sehingga, kita pun dapat mengalokasikan skala prioritas (priority improvement) di masing-masing moment of truth tersebut.
Namun, jangan lupa. Seringkali kita terjebak dengan mengetahui defection dan total satisfaction kita melupakan hal yang lebih besar, yaitu me-manage customer migration (mengelola perpindahan pelanggan).
Bagaimana upaya kita mengelola perpindahan pelanggan? Pertama, konsep customer migration adalah gabungan dua prinsip yang sangat penting, yaitu me-manage migration bukan defection semata. Kedua, mengintegrasikan sikap (attitude), keinginan (needs), dan kepuasan (satisfaction) untuk mengerti penyebab customer migration.
Me-manage migration tidak hanya defection, atau berarti sudah seharusnya kita tidak hanya berfokus pada penyebab yang menyebabkan pelanggan kecewa terhadap produk dan jasa kita. Namun, lebih dari itu ada beberapa hal yang harus kita tanyakan kepada diri kita.
Apakah produk yang kita berikan telah memenuhi tuntutan kebutuhan dan keiginan pelanggan kita saat ini? Apakah produk kompetitor lebih banyak menawarkan manfaat dan lebih banyak memenangkan hati pelanggan dibanding dengan produk kita? Dan, yang terakhir apakah mereka kecewa dengan nilai (value) yang diperoleh dalam mengonsumsi produk kita? Atau, apa yang mereka korbankan sesuai dengan manfaat yang mereka rasakan? Hal yang terakhir inilah yang kita sebut dengan defection.
Mengintegrasikan sikap, keinginan, dan kepuasan untuk mengerti penyebab customer migration berarti mengetahui needs, attitude, dan sactisfaction. Sekaligus pada akhirnya kita akan terus-menerus tidak hanya meningkatkan standar pelayanan dan kualitas produk, tetapi juga berinovasi menghasilkan produk dan jasa yang selalu dapat memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan pelanggan yang akan terus bergerak cepat seiring dengan perubahan yang terjadi. Dan, tidak hanya migration yang dapat dicegah tetapi juga otomatis defection.
Pustaka :
Refrinal. 2007. Mengelola Customer Migration dalam Marketing for Decision Maker. Kumpulan Artikel. Jakarta
Kebebasan itu berasal dari manusia, tidak dari undang-undang atau institusi
Oscar Wilde
Oscar Wilde