Berobsesi Mengembalikan Kejayaan Bentoel

Pernah jaya dan menjadi market leader sekaligus penentu harga di industri rokok nasional dari tahun 1972 hingga 1996, beragam masalah dan ‘garis tangan’ pabrik rokok Bentoel membawanya kini di posisi empat terbesar di Indonesia. Dan di tangan Direktur Utama PT Bentoel Prima Darjoto Setyawan, perusahaan ini mengincar posisi tiga besar atau bahkan peringkat dua nasional.
‘Core competence atau kompetensi inti Bentoel memang ada di sana. Kita adalah pelopor SKM (Sigaret Kretek Mesin), jadi pengetahuan dan keahlian dari Bentoel ada di rokok,’ ujar Darjoto optimis. Terlebih lagi, tegasnya, perusahaan memang tidak diversifikasi ke bidang atau bisnis lain melainkan khusus berkonsentrasi di bisnis rokok.
Ia bercerita, ketika masuk ke Bentoel tahun 1996, saat itu perusahaan sedang mengalami restrukturisasi karena masih ada beban utang dari manajemen sebelum diambil alih oleh Rajawali Group. Saat itu situasi agak runyam karena saat itu dibarengi perubahan yang cukup drastis dengan naiknya Bentoel dari Tier (golongan) II ke Tier I. Itulah masa-sama sulit yang diakui olehnya merupakan tantangan berat bagi perusahaan.
Tetapi beruntung pula, tahun 1997 restrukturisasi keuangan, utang ke bank asing dan pemerintah bisa direstrukturisasi dan diselesaikan secara baik dan lunas. Dan pada saat krisis ekonomi industri rokok justru berkembang sangat pesat. Hal itu terjadi karena rokok impor menjadi sangat mahal karena kurs rupiah melemah. Bentoel adalah salah satu pabrik rokok yang justru menikmati pertumbuhan di kala krisis dan bahkan mencatatkan sahamnya di bursa pada tahun 2000.
Tahun ini Bentoel yang memiliki pabrik di Malang, Jawa Timur itu menargetkan produksi sekitar 7,5 miliar batang, meningkat dibandingkan tahun lalu yang berjumlah kurang lebih 6,2 miliar batang. Selain pasar dalam negeri, produsen rokok ini juga menjajal pasar luar negeri antara lain ke negara-negara di Asia Tenggara, Eropa, hingga Timur Tengah. ‘Kita harapkan tumbuh sekitar 20 persen. Tetapi karena perubahan peraturan harga jual eceran baru-baru ini mungkin tumbuhnya hanya 10-20 persen,’ katanya tentang target pertumbuhan tahun 2005.
BANGUN CITRA
Darjoto berujar, khusus bagi Bentoel yang terpenting agar bisa sukses di industri rokok adalah upaya membangun citra (building image), building brand. Jadi menurutnya yang namanya brand equity itu harus selalu ditingkatkan. Karena rokok yang mahal atau premium terbukti lebih rentan terhadap gejolak ekonomi dibandingkan rokok untuk kelas bawah. Kalau ada gejolak yang lebih terkena adalah rokok yang tidak punya merek. Tetapi rokok yang punya merek terbukti lebih kuat. Dengan demikian manajemen ditantang untuk setiap harinya berupaya membangun image yang baik.
Untuk itu semua diakuinya marketing activity atau aktivitas pemasaran bagi pabrik rokok merupakan satu hal yang paling penting. Karena building image itu arahnya pasti lewat iklan, promosi. ‘Jadi jika biaya promosi oleh pemerintah dibatasi katakanlah 5 persen dari omset, tetapi kadang-kadang hal itu tidak bisa dibatasi karena mau tidak mau kita harus membangun image yang baik. Dan itu butuh biaya yang tidak sedikit,’ paparnya.
Secara umum Darjoto menilai industri rokok dari sudut bisnis masih cukup bagus, khususnya untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia. Regulasi yang ada, menurut hematnya, di mana-mana sama saja. Di luar Indonesia pun regulasi untuk rokok memang paling ketat. Hanya saja disana sistem cukai-nya berbeda.
Di luar negeri rata-rata mengenakan sistem spesifik. Artinya per batang rokok dikenakan pajak sekian. Harga jual terserah produsen. Di Indonesia masih mengenakan sistem dimana harga minimum dan rate cukai-nya ditetapkan. Sehingga di luar negeri walaupun peraturannya sangat ketat tetapi peraturan tersebut berjangka lama sehingga industri bisa merencanakan secara baik.
Khusus di Indonesia, sulitnya peraturan selalu berubah dan tidak ada ketetapan. Ini yang menyulitkan pabrik rokok. Setidaknya pabrik memerlukan planning 3 tahun ke depan. Karena pembelian tembakau baru bisa dipakai setelah 2 tahun, cengkeh setelah 1 tahun. Jadi pembelian sekarang untuk forecast 3 tahun ke depan. Kalau peraturan berubah, produksi bisa turun atau naik drastis. Ini yang menyulitkan industri. Jadi industri mengharapkan peraturan yang berdaya jangka lama minimum 3 tahun. Supaya industri bisa menyusun perencanaan yang baik dan implementasinya sesuai perencanaan tersebut.
SANGAT DINAMIS
Diakui olehnya, industri rokok tergolong sangat dinamis. Turnover atau omset sangat besar dan menjadi bisnis yang kalau dibandingkan bisnis lain lebih baik. Karena bisnis rokok ini seperti bisnis cash atau bisnis tunai. Kredit macet atau piutang, itu kecil. Jadi uang itu dalam 7 hari pasti kembali. Berbeda dengan industri lain yang bisa 2-3 bulan. Kalau di rokok, dalam seminggu uang pasti kembali. Turnover atau perputaran uang itu tinggi.
Selain itu, dari segi marketing (pemasaran), persaingan tinggi sekali. Sehingga boleh dikata harus diawasi jam-jaman, harian. Karena efek harga sangat berpengaruh sekali terhadap pasar. Dan ini sangat dinamis. Makanya orang sering menyebut industri rokok sebagai FMCG (Fast Moving Consumer Goods), seperti Cocacola, Unilever, dan sebagainya.
‘Di sini (industri rokok) sangat menarik bagi manajemen karena kita selalu jadi hidup, selalu waspada dan memonitor pergerakan pasar,’ paparnya.
MILD CIGARETTE
Terkait strategi perusahaan ke depan, lebih jauh Darjoto berujar bahwa ke depan perkembangan rokok SKM (Sigaret Kretek Mesin) yang reguler memang menurun karena peraturan di dunia sekalipun mulai mengarah ke mild cigarette, jadi pembatasan tar nikotin. Bentoel tegasnya, juga menyiapkan dirinya sebagai produsen yang lebih kuat, lebih condong dan lebih memproduksi mild cigarette. Dan ini salah satu kompetensi inti bagi Bentoel karena boleh dikata Bentoel adalah salah satu pemain yang cukup memiliki market share yang cukup tinggi di dalam mild cigarette yaitu dengan merek Star Mild dan X Mild.
Sementara untuk rokok putih, selama bertahun-tahun Bentoel telah menjalin kerjasama dengan rokok produksi luar negeri yaitu Marlboro. Berkat kerjasama selama hampir 20 tahun dengan Marlboro, perusahaan juga memiliki kompetensi untuk memproduksi rokok putih. Dan itu sangat berhasil dengan rokok putih merek Country. Karena gampang sekali masuk dalam segmen mild cigarette, disamping itu Country merupakan produksi rokok putih terbesar di Indonesia. ‘Jadi kita sekarang hanya kalah dari rokok Marlboro, sedangkan dibandingkan pesaing PT BAT kita lebih unggul dalam jumlah produksi,’ kata Darjoto bangga.
Strategi di atas jelas mengisyaratkan bahwa Bentoel ke depannya akan lebih memfokuskan diri pada pengembangan rokok mild dan rokok putih. Namun itu tidak berarti mengabaikan SKM yang reguler maupun SKT (Sigaret Kretek Tangan) karena itu terus dijaga dan kalau bisa dikembangkan. Dengan demikian di seluruh segmen baik itu segmen rokok mild, putih, kretek filter reguler maupun yang SKT, Bentoel ikut bermain.
DOWN GRADE
Di Tier (kelompok) 1, Bentoel mengusung merek Star Mild, sementara di kelompok 2 ada X Mild dan Country, dan selanjutnya di kelompok 3 yaitu Bentoel lama maupun SKT. Dengan strategi penetrasi di seluruh segmen itu pulalah perusahaan sebesar Bentoel berharap pada tahun ini masih bisa menikmati pertumbuhan.
Pertimbangan memiliih strategi itu adalah, jika harga rokok naiknya tinggi dan daya beli masyarakat tidak bisa mencapainya, maka masyarakat akan down grade, artinya konsumen akan membeli rokok yang lebih murah. Kebetulan X Mild dan Country berada di segmen harga menengah dan ini memiliki potensi untuk tahun ini berkembang lebih baik.
‘Tinggal bagaimana menyiasati kondisi pasar yaitu dengan membangun image agar masyarakat menyukai dan mau mengkonsumsi rokok dari Bentoel,’ ujar Darjoto.
Di awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, para produsen rokok dan tak terkecuali PT Bentoel Prima, menatap optimisme yang tinggi terhadap industri ini. Ini tampak dari daya beli masyarakat yang diakui Darjoto, mulai membaik. Hanya saja daya beli itu agak tersendat pada saat kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Karena itu dirinya berharap pemerintahan saat ini dapat membenahi kondisi ekonomi makro nasional agar industri rokok dapat tumbuh dan berkembang.
‘Industri rokok pengaruh utama ada dua yaitu harga minimum termasuk rate cukai dan berikutnya adalah ekonomi makro. Yang jelas untuk ekonomi makro kita sulit mengendalikan dan menjadi tugas pemerintah untuk membenahinya,’ tandas Darjoto.
Pustaka:
Rudy Viktor Sinaga. 2006. Berobsesi Mengembalikan Kejayaan Bentoel dalam Marketing for Decision Maker. Field Survey Indonesia. Jakarta

Kita seharusnya diajar untuk tidak menunggu inspirasi untuk memulai sesuatu. Tindakan selalu melahirkan inspirasi. Sedangkan inspirasi jarang diikuti dengan tindakan
Frank Tibolt