Dibalik Penggantian Merek Opel

Setelah sempat menghilang, sejak 19 Agustus 2003 Chevrolet diputuskan menjadi merek andalan PT General Motors Indonesia (GMI), anak perusahaan General Motors (GM), di pasar Indonesia.
Chevrolet resmi beroperasi di Tanah Air dengan membuka agen pada 20-an, dan pada 1938, GM mendirikan pabrik perakitan di wilayah Tanjung Priok. Pada era 50-60-an, Chevrolet merupakan merek populer di Indonesia. Tetapi tak lama kemudian merek ini hilang sebelum muncul kembali pada akhir 70-an melalui Chevrolet Luv dan Chevrolet Trooper.
Pada 1995, merek Chevrolet dibekukan dan diganti dengan Opel. Merek ini sempat mencatat sukses melalui Opel Blazer, tetapi kemudian GMI memutuskan untuk menutup kisah merek Jerman ini dengan kembali menghidupkan Chevrolet. Mobil pertama yang menyandang merek Chevrolet adalah versi facelift Blazer pada 12 September 2002. Kemudian diikuti dengan Zafira, Tavera, dan tiga produk baru, yaitu Aveo, Spark dan Optra.
Untuk mengetahui strategi di balik perubahan merek ini, berikut hasil bincang-bincang BusinessWeek dengan Presdir PT GMI Harold Koh.
Apa strategi GM di balik pemilihan merek Chevrolet untuk pasar Indonesla?
Pemilihan merek Chevrolet untuk kendaraan yang diluncurkan di Indonesia mengantisipasi penerapan AFTA. Pada saat AFTA diberlakukan, sejumlah merek dunia akan membanjiri pasar di kawasan ini. Untuk itulah GM memasarkan kendaraan yang juga dijual di negara lain itu di Tanah Air. Alasan lain, Chevrolet adalah merek global dan memiliki brand image yang kuat di Asia Pasifik. Di beberapa negara, seperti Thailand, Filipina, Singapura, dan India merek Chevrolet sangat diperhitungkan. Saya berharap hal itu juga terjadi di pasar otomotif di Indonesia.
Ada kabar bahwa pemilihan nama Opel adalah langkah keliru sehingga diputuskan diganti dengan Chevrolet. Padahal 0pel Blazer cukup sukses.
Penggantian merek Opel dengan Chevrolet bukan karena GM merasa pemilihan merek Opel di Indonesia itu keliru. Sebenarnya, GM tak ingin di dalam satu pasar ada beberapa merek dalam satu payung, yang nantinya akan membingungkan konsumen. Karena merek Chevrolet lebih mendunia ketimbang Opel, yang hanya berjaya di pasar Eropa, diputuskan kendaraan GM yang dipasarkan di Indonesia menyandang merek Chevrolet.
Kita tahu sebsgian masyarakat Indonesia lebih akrab dengan merek Jepang dibanding Amerika, bagaimana GM menyiasatinya?
Memang benar, masyarakat Indonesia lebih akrab dengan merek Jepang atau Korea. Tapi melalui sejumlah produk handal, desain menarik serta harga yang kompetitif, kami yakin konsumen Indonesia lambat laun akan beralih ke merek Chevrolet.
Apakah tak sebaiknya GM tetap mempertahankan merek Daewoo, yang sudah dikenal masyarakat Indonesia, ketimbang Chevrolet?
Kami tak mungkin mempertahankan merek Daewoo, karena dikhawatirkan reaksi pasar kurang bagus. Kita tahu sebelum GM membeli saham Daewoo 42,1%, perusahaan Korea itu mengalami kesulitan keuangan. Kalau kendaraan bermerek Daewoo tetap diluncurkan, konsumen pasti akan mengkhawatirkan purna jualnya karena sebagian konsumen selama ini hanya tahu Daewoo dililit masalah, dan bukan siapa di belakang Daewoo saat ini. Setelah GM membeli saham Daewoo, perusahaan Korea itu berganti nama menjadi GMDAT (General Motors Daewoo Auto and Technology). Oleh karena itu, merek GM, dalam hal ini Chevrolet, lebih dikedepankan untuk kendaraan yang diproduksi di pabrik Daewoo itu.
Sejauh ini, bagaimana animo masyarakat terhadap merek tiga Chevrolet baru inl dan berapa target pangsa pasarnya?
Animo masyarakat terhadap produk kami sejauh ini cukup bagus. Itu terlihat dari penjualan ketiga Chevrolet itu sejak Juli hingga September yang mencapai 1.000 unit. Untuk pangsa pasarnya, tentu saja kami berharap sebesar mungkin. Tapi selama periode itu, tiga mobil kami sudah mulai menggerogoti pangsa pasar di setiap segmen, di mana Chevrolet Spark meraih 10%, Aveo 29% dan Optra 22%.
Apakah ketiga Chevrolet ini ada rencana atau sudah dirakit di Indonesia?
Sejauh ini kami tidak ada rencana untuk merakit Chevrolet di sini. Tapi untuk menambah jajaran produk Chevrolet di Indonesia, tahun depan kami akan meluncurkan satu atau dua produk baru dan nantinya juga diekspor.
Apa jenis mobil baru itu?
Wah masih rahasia, kita tunggu saja.
Untuk ke depan, bagalmana prospek industri otomotif Indonesia?
Sebenarnya industri otomotif Indonesia bisa bersaing dengan negara lain, seperti Thailand atau Malaysia. Tapi banyak yang harus dibenahi, misalnya infrastruktur, aspek hukum dan regulasi. Inilah yang banyak dikeluhkan investor asing, sehingga mereka lebih memilih berinvestasi di negara lain daripada di sini yang dinilai iklim bisnisnya tak kondusif. Ini tak hanya berlaku di otomotif, tapi di semua sektor.
Pustaka :
Business Week dalam Refrinal. 2005. Dibalik Penggantian Merek Opel dalam Marketing for Decision Maker. Kumpulan Artikel. Field Survey Indonesia. Jakarta
Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh
Confusius